Setelah Tahun Baru Imlek 2023, masih ada lagi satu perayaan masyarakat Tionghoa yang tak kalah meriah Yakni, Cap Go Meh. Perayaan ini diadakan pada malam ke-15 kalender China.
Cap Go Meh sendiri menjadi momentum bagi etnis Tionghoa untuk memanjatkan rasa syukur sekaligus mengusir kesialan di masa yang akan datang.
Istilah Cap Go Meh (十五冥) sendiri berasal dari bahasa Tio Ciu (dialek Hokkien), di mana cap go berarti ‘lima belas’ dan meh bermakna ‘malam’. Jadi dapat diartikan Cap Go Meh adalah perayaan akhir dari rangkaian perayaan Imlek yang diadakan pada hari ke-15 bulan pertama dalam kalender lunar Cina. Seiring dengan keberagaman budaya, Cap Go Meh memperkaya tradisi dan kehidupan sosial masyarakat Tionghoa di Indonesia dan di berbagai belahan dunia. Artikel ini akan membahas asal-usul, tradisi, dan makna dari Festival Cap Go Meh.
Asal-Usul Cap Go Meh:
Perayaan Cap Go Meh oleh masyarakat Tionghoa diyakini sudah ada sejak 2000 tahun silam. Mengenai asal mula perayaan ini, terdapat dua kisah paling populer yang menceritakannya. Berikut penjelasannya:
- Sebuah Perayaan yang Diinisiasi para Biksu
Menurut versi ini, kemunculan Cap Go Meh bermula dari masa Dinasti Han. Pada saat itu, kekuasaan berada di tangan Kaisar Ming. Suatu hari, ia mendapat kabar bahwa sejumlah biksu sengaja menyalakan lentera di hari ke-15 kalender China. Hal tersebut dilakukan semata-mata untuk menghormati Sang Buddha. Alhasil, Kaisar Ming lantas memerintahkan seluruh kuil, rumah, dan istana untuk ikut menyalakan lentera di malam tersebut. Ritual ini mulanya khusus dilakukan para penganut agama Buddha. Namun, seiring berjalannya waktu, kegiatan tersebut diadopsi menjadi festival besar bagi seluruh etnis Tionghoa.
- Sebuah Siasat untuk Menipu Kaisar Giok
Sementara itu, versi ini meyakini bahwa Cap Go Meh bukan diinisiasi oleh para biksu zaman Dinasti Han, melainkan sebuah siasat untuk mengelabui Yu Huang Da Di atau Kaisar Giok. Jadi, legenda menceritakan bahwa burung bangau-ada pula yang mengatakan angsa-milik Kaisar Giok mati terbunuh oleh penduduk desa. Sang penguasa surga dan alam semesta pun murka dan berencana untuk membakar seisi desa. Akan tetapi, rencana tersebut digagalkan oleh seorang laki-laki yang bijak. Ia menyuruh seluruh penduduk desa untuk menyalakan dan menggantung lentera merah. Ternyata, cara itu berhasil menipu Kaisar Giok. Cahaya yang dipancarkan lentera merah tampak seperti api yang membara di mata kaisar tersebut. Ia pun mengurungkan niat membumihanguskan seisi desa karena mengira desa tersebut sudah terlanjur dilalap api. Sejak saat itu, masyarakat Tionghoa masih rutin menyalakan lentera setiap hari ke-15 di bulan pertama kalender China. Kebiasaan tersebut tetap lestari sebagai bentuk rasa syukur dan memperingati peristiwa selamatnya penduduk desa dari amarah Kaisar Giok.
Tanggal Perayaan:
Cap Go Meh jatuh pada hari ke-15 bulan pertama dalam kalender lunar, yang biasanya bertepatan dengan akhir Februari atau awal Maret dalam kalender Gregorian. Perayaan ini mengakhiri rangkaian pesta Imlek selama dua pekan.
Tradisi Menarik dan Unik:
- Pawai Barongsai dan Barongsay: Perayaan Cap Go Meh sering diwarnai dengan pawai barongsai dan barongsay yang menghibur di jalanan. Pertunjukan ini dianggap membawa keberuntungan dan mengusir roh jahat.
- Kerumunan Tokoh Pewayangan: Di beberapa tempat, Cap Go Meh dirayakan dengan mengadakan pertunjukan tokoh-tokoh pewayangan seperti Barong, Hanoman, dan lainnya. Pertunjukan ini memberikan hiburan dan pesan moral.
- Pemberian Angpao: Tradisi memberikan angpao atau amplop berisi uang dalam perayaan Imlek juga berlanjut hingga Cap Go Meh, terutama dalam keluarga besar atau kelompok sosial.
Keanekaragaman dan Kesatuan Budaya:
Cap Go Meh di Indonesia menunjukkan keanekaragaman budaya. Selain oleh masyarakat Tionghoa, Cap Go Meh juga dirayakan oleh masyarakat Indonesia dari berbagai latar belakang sebagai ungkapan toleransi dan perayaan bersama.
Tradisi Pergantian Makanan:
Tradisi Cap Go Meh melibatkan perpindahan dari makanan vegetarian selama 15 hari Imlek menjadi makanan yang lebih beragam, termasuk hidangan daging. Ini juga mencerminkan siklus keseimbangan dalam kehidupan.
Simbolisme dan Makna Mendalam:
- Lampion dan Cahaya: Penggunaan lampion dan cahaya di Cap Go Meh melambangkan harapan dan kecerahan kehidupan yang baru. Lampion-lampion ini juga dianggap membawa keberuntungan.
- Doa dan Persembahan: Cap Go Meh sering dirayakan dengan doa dan persembahan di kelenteng-kelenteng sebagai ungkapan rasa syukur dan harapan akan keberuntungan di tahun yang baru.
Peran Masyarakat Indonesia:
Cap Go Meh telah menjadi perayaan yang meresap di masyarakat Indonesia tanpa memandang latar belakang budaya. Peran masyarakat Indonesia dalam merayakan Cap Go Meh mencerminkan semangat persatuan dan toleransi di tengah keragaman budaya.
Cap Go Meh, sebagai penutup perayaan Imlek, menawarkan pandangan yang kaya akan kebudayaan dan nilai-nilai kehidupan. Festival ini bukan hanya merayakan akhir Imlek, tetapi juga menjadi momen untuk merayakan keanekaragaman dan kesatuan budaya di tengah masyarakat yang beragam. Cap Go Meh tidak hanya menjadi warisan budaya Tionghoa, tetapi juga mengukuhkan makna dan nilai-nilai persaudaraan di Indonesia.