Kita hidup di masa free speech. Kita punya kebebasan berpendapat, berkomentar dan ngungkapin apapun yang kita inginkan. Kebebasan ini bikin kita bisa mengekspresikan diri dan beraspirasi, tapi kadang kita menyalahgunakan kebebasan ini. Bener nggak? Kita bisa komen bahkan ngatain orang tanpa mikir efek ucapan kita ke mereka. Kita jadi nyinyir, sinis dan ngomong sekenanya karena ngerasa kebebasan berpendapat dilindungi UUD 1945.
Kebebasan berpendapat ini juga bikin kita belajar buat berpikir kritis, mempertanyakan kebenaran dan mau mengoreksi kesalahan. Kita juga melatih diri buat tajam berpendapat, berpikir out of the box, dan melihat permasalahan dari sudut pandang yang beda dari orang kebanyakan, tapi nggak jarang kita menyalahartikan sikap cynicism sebagai bentuk tindakan kritis. Lho, emangnya beda?
Cynicism (.n) an inclination to believe that people are motivated purely by self-interest; skepticism. Kalo dalam KBBI artinya bersifat mengejek atau memandang rendah. Sementara criticism (.n) the expression of disapproval of someone or something based on perceived faults or mistakes yang dalam KBBI juga disebut sikap tidak mudah percaya. Persamaan antara sikap sinis dan kritis adalah, sama-sama tidak mudah percaya dan yang membedakan antara keduanya: sikap sinis akan selalu menjatuhkan karena tidak punya alasan selain kebencian. Lisa Firestone dalam Psychology Today juga ngungkapin kalo kadang orang bersikap sinis sebagai aksi self-defense karena tidak ingin terluka, sikap ini kadang identik dengan kecerdasan, makanya nggak heran kita terjebak di ekspektasi ‘biar orang tau gue pinter’ dan jadi gampang nyerang orang. Semantara kritis on the other hand adalah sikap yang membangun karena berusaha mengoreksi berdasarkan fakta, dalil dan etika.
Jadi gimana ya caranya biar our critical thinking nggak saru sama nyinyir-nyinyir nirfaedah nitijen dunia ketiga?
1. DON’T BE JUDGEMENTAL
Pembeda besar antara sikap kritis dan sinis adalah, based on fact dan nggak alternative fact alias hoax. Jadi kalo kita cuma menduga-duga dan nggak tau sama apa yang terjadi dengan satu peristiwa, baiknya diem aja dan banyak baca.
2. IT’S OKAY NOT TO BE SMART AND KNOW EVERYTHING ALL THE TIME
Kadang karena pengen hitz dan nggak ketinggalan kita ngomen berita atau isu yang lagi rame dibahas di media padahal kita nggak bener-bener paham topik alias ke-trigger judul trus komen aja gitu ikut-ikutan. It’s okay buat nggak tau dan expert di segala hal. Again, read more.
3. DON’T GENERALIZE
Karena kesalahan satu-dua orang, kita suka generalisasi dan berasumsi. Well, different eyes see different things. Different body act differently. Jadi sebelum kita menyamaratakan satu golongan, baiknya.. baca dulu. Lagi-lagi, membaca dan berdiskusi dengan yang lebih tau adalah jurus biar kita nggak terjebak dalam pemikiran sempit.
4. TRY TO SEE THE GOOD IN PEOPLE
Kalo ada orang berbuat baik, berkata baik dan punya kehidupan baik kita suka menduga niat buruk atau second guessing kebaikan mereka. Well, nobody is stopping us from believing whatever it is that we like but let’s try not to hurt other people.
5. DO IT BECAUSE IT’S THE RIGHT THING
Kembali ke prinsip free speech yang basic, kebebasan berbicara bukan berarti bebas norma dan etika. Jadi cara kita nyampein pendapat juga nunjukkin sebenernya motivasi kita apa. Orang kritis berani menyuarakan pendapat karena mereka punya good intention, jadi kalo alasan kita ngomong cuma karena nggak suka dan benci aja, let’s learn to love ourselves again.