AKU NGGAK APA-APA
Adalah kebohongan yang paling sering kita lakuin. Ini terjadi saat kita lagi ngalamin hal yang buruk, lagi sedih, atau nyimpen perasaan yang nggak enak. Biasanya, bakal ada orang yang sadar sama gelagat aneh kita. Orang itu lalu nanya, “Kamu kenapa?” yang kita jawab dengan “Aku nggak apa-apa.” Waktu kita bilang “Nggak apa-apa” padahal sebenernya suasana hati kita lagi kenapa-kenapa, sebenernya kita lagi berbohong sama dua orang lho. Pertama ke orang yang nanya, dan kedua ke diri kita sendiri.
Sebenernya, it’s OK to say we’re not OK, kok. Kalo tujuan kita bilang “Nggak apa-apa” biar nggak ditanya-tanya lebih lanjut sama orang lain, kita tinggal bilang aja dengan jujur: “Aku lagi nggak enak hati, jangan ditanya kenapa. Maaf ya, nanti aku cerita kalo perasaanku udah baikan.”
ON THE WAY ALIAS OTW
Ini sih ambigu banget, antara kebohongan kecil atau emang udah terjadi pergeseran makna sama singkatan OTW. Kita sering bilang OTW ke orang lain yang lagi nungguin kita, padahal sebenernya kita baru mau berangkat dari rumah. Kalo orang yang bilang OTW naik mobil pribadi, angkot, atau taksi online sih masih masuk akal. Tapi, coba bayangin kalo orangnya ngendarain motor. Masa dia bisa ngetik di handphone pas motornya lagi jalan? Oh, mungkin orang itu menepi sebentar buat ngechat dan bilang OTW, guys. Positive thinking aja.
Sebagai gantinya, kenapa nggak kita bilang aja kalo kita baru berangkat atau lagi nunggu ojek online? Jangan lupa sisipkin kata maaf biar orang yang nunggu kita nggak kesel, jadinya: “Maaf banget baru berangkat, nih”.
CANTIK, KOK / COCOK, KOK
Komentar ini sering kita bilang ke temen kita yang minta pendapat soal penampilan barunya. Bukan berarti faktanya kebalikan sama apa yang kita bilang, tapi kita nggak yakin aja sama komentar kita sendiri. Mau bilang nggak cocok, takut temen kita marah. Mau bilang nggak yakin, terlanjur dipercaya buat ngasih penilaian. Mau bilang nggak tau, takut dibilang nggak peduli. Serba salah, deh.
Sebenernya ngerasa nggak yakin sama pendapat kita buat orang lain itu wajar, kok. Pandangan soal penampilan kan subyektif banget, apalagi kalo cuma diucapin sama satu orang. Sebagai gantinya, coba deh saranin temen kita buat minta pendapat satu orang lagi selagi kita bilang jujur ke dia. “Menurutku sih cocok (atau nggak cocok), tapi aku nggak yakin kita sependapat. Coba deh tanya pacarmu juga.”
PANTES, DIA KAN AHLI / JAGO / PINTER
Sadar nggak sih? Memaklumi orang lain karena kepandaiannya adalah ciri-ciri orang yang iri. Buat nutupin rasa iri itu, kita pun memaklumi kepandaian seseorang yang mampu melakukan apa yang nggak bisa kita lakuin. Contohnya, ketika kita liat ada seseorang dapet beasiswa, kita kasih komentar, “Ya pantes aja dia dapet beasiswa. Dia kan pinter”. Sebetulnya apa yang kita bilang itu nggak salah, kok. Setiap orang bisa mencapai sesuatu kalo dia emang mampu melakukan sesuatu itu. Tapi, sikap memaklumi itulah yang salah. Kepandaian atau kemahiran seseorang nggak dia peroleh begitu aja, perlu ketekunan dan ketelatenan. Sebagai gantinya, jadiin keberhasilan orang lain sebagai motivasi. Akuilah, ketika seseorang sukses, berarti banyak banget hal yang udah dia usahain.
NO QUESTION, SIR!
Ketika pelajaran selesai, guru pasti menutupnya dengan ucapan, “Ada pertanyaan?”
Seringkali kita lebih memilih diam sehingga guru pun nganggep kalo kita semua udah paham apa yang dia terangin selama jam pelajaran. Alesannya macem macem: biar cepet keluar kelas, takut dibilang lemot karena nggak ngerti pelajaran, atau takut sama gurunya. Padahal, bohong kalo seisi kelas bener-bener nggak punya sesuatu yang pengen ditanyain. Minimal, kejelasan format tugas buat dikumpulin besok. Ah, tapi… itu kan bisa nanya ke temen.
Selain ngebohongin diri sendiri, males bertanya itu kebiasaan buruk yang harus kita stop dari sekarang. Males bertanya bikin kita jadi pribadi yang pasif, jauh dari sikap kritis dan skeptis.
TERSERAH!
Kalo ditanya pendapat, kebohongan yang paling sering kita katakan saat lagi males ngomong adalah “terserah”. Kalo pertanyaannya soal pilihan tempat makan atau judul film di bioskop, kebohongan ini bisa punya dua alesan: emang lagi nggak punya ide, lagi nggak ngidam sesuatu, atau takut pilihan kita nggak sejalan dengan pilihan temen-temen yang lain.
Daripada bilang ‘terserah’, bilang aja kalo kita lagi nggak punya usulan. Sebagai gantinya, kita bisa langsung searching atau tanya temen kita yang lain. Jangan males-males lah ngasih pendapat, apalagi kalo ternyata semua orang lagi bingung juga.
ELAH, GITU DOANG MAH GUE SELOW!
Ketika kita lagi berada di situasi bercanda, nggak sengaja salah satu temen menyinggung perasaan kita. Dengan nada bercanda, temen kita itu bilang, “Just kidding, cuy. Jangan tersinggung, oke? Hehe.” Takut dibilang baperan, kita pun berbohong dengan ngejawab, “Elah, gitu doang mah gue selow”. Padahal, jauh di dalam lubuk hati, kita ngerasa kesel dan tersinggung.
Coba deh bilang dengan jujur kalo hati kita tersinggung sama bercandaan dia. Apalagi kalo bercandaannya itu ada unsur bullying-nya. Jangan lupa, antara bercanda sama nge-bully itu ada batesannya, lho.
Sadar atau nggak, kita melakukan kebohongan-kebohongan kecil itu buat menjaga kestabilan sosial. Kita pengen menghindari penolakan, respon negatif, dan penilaian buruk dari orang lain. Istilahnya, ‘berbohong demi kebaikan’. Dilansir dari psychologytoday.com, kalo kata Russell C. Smith, “The one person we shouldn’t lie to as often as we do is ourselves. Society instructs and even brainwashes us to believe that lying is an essential activity to keep civilization going. Myth theory also states that myths were created for social control and helped ensure stability in societies. When these ideas and stories become distorted, they can quickly lead to functional delusions.”
Emang sih, berbohong kadang bisa menghindari kita dari konflik sosial. Tapi, mau sampai kapan?